irenacenter.com

irenacenter.com

Selasa, 30 Agustus 2016

Jangan Samakan Islam dengan Terorisme


Definisi Terorisme

Secara etimologi, kata irhaab (teroris) dalam bahasa arab berarti “menakutkan”. Kata ini dari akar kata arhaba-yurhibu yang berarti:menakut-nakuti.

Dalam sebuah ayatnya, Al Quran menyatakan sosok Fir’aun dan bala tentaranya yang jahat dengan ungkapan, “Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan membuat orang banyak ketakutan, sera mereka mendatangkan sihir yang besar.” (Qs.Al A’raaf : 116)

Kata istarhabahum berarti membuat orang menjadi ketakutan sehingga merekapun ditakuti oleh orang orang. (kamus lisan Al Arab, juz 1, h. 436)

Dalam definisi modern, kata irhaabiyuun diartikan dengan: konotasi nama yang dinisbatkan kepada sebuah kelompok yang melakukan teror dan menggunakan tindak kekerasan guna mencapai tujuan tujuan politis. (kamus Al Mu’jam Al Wasith, juz 1, h.376) sebenarnya yang dimaksud esensi kata irhaab (terorisme) dan irhaabiyuun (teroris)

Dari sinilah makna yang logis dari esensi “terorisme” tanpa harus membutuhkan dalil lebih lanjut.

Namun para penghasut dan pendengki cenderung melampaui batas terminologis ini dan mengundang keheranan ketika mereka memasukkan gerakan dakwah Islam ke dalam deretan terorisme, dan menganggap para da’i Muslim (yang menyerukan kepada kebenaran dan ketauhidan) adalah para teroris. Jelas, ini merupakan tuduhan dusta, penipuan yang palsu dan penyelewengan terhadap kebenaran. Ini adalah kebohongan yang mengundang emosi, dan kebohongan semacam ini hanya ada di masa ini, masa yang penuh dengan kedustaan, kebencian, kamuflase, dan kematian empati.

Islam Tidak Sama dengan Terorisme

Stereotip bahwa Islam adalah agama yang penuh kekerasan, disebarkan dengan peperangan serta agama yang lekat dengan doktrin terorisme telah mengakar kuat pada pikiran orang-orang Barat. Hal ini dikarenakan mereka tidak memahami Islam secara benar. Sejarah Islam ditulis secara subjektif dan dipenuhi oleh pikiran-pikiran yang tendensius.

Pemberitaan Islam selalu dikaitkan dengan propaganda negatif. Sementara jika ditelaah lebih lanjut, Islam sama sekali menolak segala bentuk kekerasan yang bersifat mendzalimi manusia. Atau dalam kata lain, aksi-aksi terorisme bukan mempresentasikan wajah penerapan syariat Islam. Merupakan suatu ketidakadilan jika memandang seluruh ajaran Islam dari apa yang selama ini ditampilkan oleh para pelaku teror tersebut. Konspirasi Barat mengenai terorisme seolah telah menyudutkan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin menjadi terhalang kabut pemfitnahan.

Islam adalah agama yang mengajarkan keramahan dan kelemahlembutan. Islam hadir membawa rahmat –tidak hanya bagi ummatnya- melainkan juga bagi alam semesta. Seorang muslim yang memahami ajaran Islam dengan baik dan menginternalisasi semangat luhur yang terkandung di dalamnya, ia tidak akan pernah terjebak melakukan tindak terorisme dan berbagai bentuk kekerasan lainnya. Misi dakwah ataupun jihad yang diusung para teroris sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Sikap Barat yang terus melancarkan isu-isu terorisme dengan menjadikan Islam sebagai umpannya sebenarnya merupakan usaha mereka untuk menghancurkan kebangkitan kaum muslimin. Sehingga tak dipungkiri, seluruh umat Islam saat ini acapkali merasa tertuduh dan bahkan mungkin ketakutan sebab dianggap sebagai sarang dan penyedia, atau membantu aktivitas terorisme.

Stigma negatif tentang Islam secara tidak langsung juga menyorot keberadaan pondok pesantren. Pesantren dianggap mengajarkan semangat jihad dan menginspirasi para teroris untuk bersikap radikal.

Aksi-aksi terorisme, terutama di Indonesia, dianggap sebagai aksi generalisasi bahwa terorisme adalah keinginan menerapkan syariat Islam dalam Daulah Islam. Orientalis Barat sepertinya tutup mata terhadap fakta bahwa tidak semua gerakan yang memperjuangkan syariat Islam dan khilafah setuju dengan aksi terorisme. Tak mengherankan bila banyak pihak yang menganalisis bahwa aksi-aksi terorisme di Indonesia ini sengaja dimainkan pihak asing. Dengan satu tujuan : melemahkan ummat Islam Indonesia sehingga Islam tidak bisa bangkit menjadi sebuah kekuatan besar di dunia sebagai negara yang memiliki penduduk Muslim terbanyak.

Al Qur’an dengan susunan surat dan ayatnya yang indah, menakjubkan dan memberikan ketenangan ketika membaca dan direnungkan adalah mukjizat yang diturunkan semata-mata untuk menjadi solusi bagi rasa aman tenteram dan kasih sayang, serta penawar bagi segala penyakit dan kejahatan. Sebagai mana difirmankan oleh Allah swt, “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidak lah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian(QS. Al Isra’:82).

Islam melarang dengan keras tindakan teror orang lain dalam berbagai bentuknya, seperti menghumuskan pedang dihadapan orang atau mengancam dengan perkataan yang aniaya, atau membentak dengan nada yang keras atau dengan dengan berbagai cara lainnya yang dapat membuat seseorang menjadi takut dan gelisah.

Jika larangan keras ini ditunjukan kepada orang yang membuat ketakutan terhadap individu, tentunya larangan ini menjadi lebih keras lagi bagi pelaku teror terhadap kelompok masyarakat. Dan sangat keliru untuk memahami bahwa dalil-dalil diatas hanya ditunjukkan secara khusus bagi orang muslim saja dan tidak mencakup para ahli kitab lainnya dengan alasan karena teks dalil-dalil tersebut hanya menyebutkan teks orang muslim saja.

Jika disebutkan konteks mayoritas maka ia mencakup seluruh komponen masyarakat; baik Muslim, Nasrani ataupun Yahudi tanpa pilih kasih ataupun motif trimorgial. Begitulah yang dipahami dari konteks gramatikal bahasa arab seperti yang dijelaskan oleh para ulama dan ahli.

Jika yang dimaksud adalah doktrin jihad, maka jihad dalam islam adalah sebuah esensi yang mulia dan motif yang mendasar, yang harus ditegakkan demi mencegah kejahatan yang dilakukan oleh para penjahat yang memusuhi islam, yaitu orang-orang yang hendak memperdaya islam dan umatnya dengan berbagai cara dan tipu daya serta menjajah negeri-negeri islam dengan tujuan menyebarkan fitnah.

Bagaimanapun juga tidak dibenarkan bagi para musuh islam melakukan kedustaan dan mengatakan bahwa jihad adalah bentuk terorisme. Karena jihad adalah doktrin yang diperintahkan untuk mengentaskan kejahatan kezaliman serta menanamkan nilai kebenaran, keadilan ketenangan.

Semua itu terjadi berkat kerja sama antara kaum Zionis dengan para mitranya dari kalangan Palestina sendiri dengan rakus dengan harta. Yaitu orang-orang yang menyimpangkan ideologi dan kehormatannya menjual diri mereka dan negeri umat Islam untuk para penjajah Zionis dengan harga yang murah, rendah dan tidak bernilai apa-apa karena sekedar ingin menduduki kursi goyang dan jabatan rendahan.

Mereka mencorengnya dengan berbagai tuduhan dan menghimpitnya dengan berbagai kedustaan. Sejarah lalu umat Islam adalah bukti otentik atas kebenaran hal ini meski banyak pula yang memungkirinya. Selama masa-masa gemilangnya, mulai dari masa kenabian lalu disusul masa khulafah Rasyidin dan berakhir dengan masa dinasti Utsmani, umat Islam adalah umat yang menyerukan kebajikan dan kasih sayang. Rasa damai meliputi seluruh penjuru bumi. Semua orang hidup dengan penuh kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman.

Islam Menjawab Tuduhan

Dasar penulisan ini datang dari firman Allah SWT dalam surah An-Nisa:171, “Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu...”. Hal ini disebabkan keburuksangkaan para penyimpang yang menuduhkan bahwa Islam adalah agama yang disebarkan dengan pedang. Dan yang paling menyedihkan, umat Islam saat ini dicap sebagai agama terorisme –seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya-.

Umat Islam era kini justru lebih sering mendapat perbuatan yang tidak menyenangkan, atau dalam konteks arhaba-yuhibu (menakut-nakuti) yang dilakukan sejumlah umat di luar Islam. Bentuknya bermacam-macam. Bisa kita lihat dalam peristiwa pembantaian 300.000 muslim di Bosnia beberapa masa silam. Para jama’ah ditembaki saat sedang shalat di masjid, wanita-wanita juga diperkosa.

Namun ketidakjujuran media Barat mengenai hal ini membuat Islam sebagai agama kebenaran dan agama samawi tertutup debu-debu orientalis dan justru lebih sering mendapat teror berupa serbuan tajam dari para musuhnya. Atau jika kita sejenak merunut sejarah ke belakang, perang Salib di abad pertengahan menjadi contoh nyata dari jiwa permusuhan yang mulai dihembuskan bangsa Salibi.

Bangsa Barat yang diwakili oleh keeksistensian kaum Masehi membentuk segitiga perpanjangan tangan untuk meneror ummat Islam dari dekat. Tangan pertama; melalui penjajahan yang bertujuan menghancurkan institusi dan masyarakat Islam di manapun berada. Tangan kedua; melalui missionaris dan pemurtadan yang disebarkan di kalangan ummat Islam. Mereka memasuki semua lapisan masyarakat dan instansi sebagai alibi dengan alasan kemanusiaan.

Dan tangan ketiga; membentuk para ahli (orientalis) yang mempelajari, mendalami dan menguasai ilmu-ilmu keislaman seperti sejarah Islam, syariah, fiqih, hadits, bahasa Arab dan lain sebagainya. Sesudah itu mereka berusaha memberikan gambaran yang jelek dan batil tentang Islam.

Peneroran melalui tangan pertama, yakni melalui penjajahan ternyata telah berlangsung sejak abad ke-18. Hal ini diungkapkan oleh seorang Prancis, Kardinal Lavigerie (1825-1892), yang mengatakan, “Meskipun Islam di Eropa hampir runtuh bersamaan dengan ambruknya singgasana Kesultanan Turki Usmani, kemajuan penaklukan-penaklukannya masih tetap giat di pintu-pintu kerajaan kita di Afrika”.

Pernyataan ini menggambarkan pertikaian yang disulut kaum Masehi terhadap umat kita demi mendapatkan dominasi politik dan ekonomi. Selain itu kita juga bisa melihat strategi-strategi licik yang dipimpin seorang orientalis Yahudi, Samuel Zwemmer, terhadap negeri-negeri Islam. Terlebih dengan pernyataan Herzel (seorang tokoh Yahudi), “....kita masuki semua agama manusia, lalu kita ubah menjadi sekte-sekte, aliran-aliran dan golongan yang bertengkar satu sama lain....kita harus kobarkan api permusuhan di antara mereka agar cepat hancur oleh tangan putra-putra mereka sendiri......”

Sedikit gambaran dari peneroran umat melalui tangan kedua, setidaknya bisa kita lihat dari pengalaman rohaniah seorang kristolog ternama dunia, alm. Syeikh Ahmed Deedat (The Real Truth, 2005:251), yang mulai mendapat ancaman aqidah Islamiyah ketika usianya baru menginjak 20 tahun di tahun 1939.

Beliau sadar benar betapa banyak kaum Muslim yang ketakutan dan terus menerus diserang oleh para missionaris yang datang dari pintu ke pintu untuk menggoyahkan kaum Muslim. Dan hal ini rupa-rupanya telah berlangsung dalam kurun waktu lebih dari 400 tahun terakhir, dalam segala aspek. Salah satunya melalui pendistorsian dan penodaan kesalahan dan penyimpangan yang ditemui di setiap kajian tentang Islam dalam pelaksanaannya di dunia Barat.

Celakanya, kajian keliru mengenai Islam terus berlangsung hingga menemui titik klimaksnya pada tahun 1964. Hal ini dibuktikan dengan surat Paus Paulus VI kepada Konsili Vatikan II yang menyerukan pengambilan sikap baru kepada pemeluk agama selain agama Masehi. Sikap baru itu adalah dialog –sebagai fase baru dalam kegiatan gereja di bidang pemberitaan (evangelisasi)-, dan berkembang menjadi bentuk pertemuan dengan pemeluk agama lain, termasuk di dalamnya kegiatan sosial gabungan, konferensi, persatuan agama-agama, panitia-panitia, sembahyang dan doa bersama, solidaritas, dan sebagainya, yang berujung pada misi mereka; pemurtadan umat.

Ancaman teror melalui tangan ketiga, yakni pelabelan buruk dan tidak benar tentang Islam, bisa kita temui dari penjelasan Abraham Isaac Katsh, dalam bukunya, “Judaism in Islam” yang diterbitkan di tahun 1954 bahwa Islam berasal dari agama Yahudi. Lebih lanjut dalam History of the Arab, tulisan Dr. Philip K. Hitty, dikatakan bahwa peradaban Islam tidak lain kecuali percampuran dari berbagai pengaruh Parsi, Nestoria, Byzantium serta India; dan dikatakan pula Islam itu sendiri adalah sebuah campuran yang membingungkan dari Yahudi, Kristen serta Arab kafir.

Lebih lanjut kesalahtafsiran tentang Islam ini dapat kita temui dalam tulisan fenomenal seorang orientalis Barat, Dr. Robert Morey, dalam bukunya “The Islamic Invasion-Confronting The World’s Fastest Religion”. Buku ini secara total memutarbalikkan kebenaran Islam. Hadits shahih Bukhari dipotongi, pemikiran ilmuwan studi Timur Tengah juga dipelintir. Beberapa hal yang fundamental dalam agama: Tuhan, Nabi, Kitab Suci dan ajarannya diobok-obok dengan cara nista berkedok ilmiah.

Dalam buku yang diterbitkan di Las Vegas ini disebutkan bahwa “Allah, si dewa bulan, kawin dengan si dewi matahari. Mereka berdua kemudian melahirkan tiga puteri yang disebut “puteri-puteri Allah. Ketiga puteri tersebut adalah : Al Latta, Al’Uzza dan Manat”. Dalam keterangan lain, Morey menyebutkan, “Pada waktu dia (Muhammad-pen) berada dalam keadaan seperti seorang yang sedang kesurupan itulah dia merasa kedatangan sang malaikat................dari keterangan tentang hentakan-hentakan tubuhnya yang seringkali menyertai pada saat kesurupan itu, banyak kalangan ilmuwan mengambil suatu kesimpulan bahwa gejala-gejala semacam itu adalah serangan epilepsi (ayan)”.

Ketiga perpanjangan tangan ini semakin membuktikan bahwa umat Islam nyata-nyata menerima ancaman teror –dalam konteks irhaabiyuun- yang merusak aqidah dan melemahkan keyakinan umat. Sementara Islam mengajak para ahli Kitab untuk hidup berdampingan secara damai tanpa provokasi.

“Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah” (QS. Ali-Imran: 64).

(Irena Handono-dari berbagai sumber)

Senin, 08 Agustus 2016

Meluruskan yang Terbelokkan: Mulianya Etika Perang dalam Islam


Sesungguhnya wajah Islam tidak buram, tapi hanya tertutup oleh debu opini Barat. Debu ini yang mau kita hapus!

Allah SWT menurunkan Islam sebagai agama penyempurna dari segala ajaran Ilahiah. Ajaran dan peraturan Islam telah terbukti membawa kedamaian dan keadilan bagi umat manusia, Rahmatan lil 'Alamin, tanpa kecuali. Namun, keberhasilan Islam ini tidak membuat sebagian orang berhenti mengingkari keagungannya. Sejarah mencatat dengan tinta emas bahwa perang yang dilakukan oleh ummat Islam jauh lebih elegan dari perang yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat. Umamt Islam masa lalu mampu membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama Rahmat.

Saat ini, banyak ulama, masyarakat Islam terjebak dalam pemahaman bahwa 'wajah rahmat' Islam babak-belur akibat ulah segelintir kelompok Islam yang melakukan aksi-aksi kekerasan dan terorisme atas nama jihad. Oleh masyarakat Barat, makna jihad diidentikkan dengan terorisme.

Lalu tumbuh opini-opini, anjuran-anjuran, himbauan juga gerakan dari dalam masyarakat Islam sendiri yang menekankan pentingnya memunculkan citra Islam yang sejuk dan penuh toleran. Sayangnya, makna toleran kemudian melenceng dari kaidah toleransi yang sesungguhnya dalam Islam dan keluar dari koridor hablum minannas. Pada akhirnya, segala bentuk gerakan ummat Islam yang mengarah pada penegakan kembali ajaran-ajaran Islam dalam masyarakat, dengan serta merta direspon secara negatif dan buru-buru dikategorikan sebagai gerakan fundamentalis / ekstrimis / radikal.

Pernahkah ditelaah secara lebih dalam bahwa ajaran Islam sama sekali menolak segala bentuk kekerasan yang bersifat mendzalimi manusia? Penerapan nilai-nilai Islam dalam masyarakat secara seutuhnya justru menjamin hak-hak manusia sesuai fitrahnya.

Artinya, aksi-aksi terorisme tidak merepresentasikan wajah penerapan syariat Islam. Atau bisa dikatakan telah terjadi kesalahan memahami konsep Islam sebagai Rahmatan lil A'lamin. Adalah sangat tidak adil jika memandang seluruh ajaran Islam dari apa yang ditampilkan oleh pelaku-pelaku ’teror’ tersebut.

Allah Yang Maha Agung berfirman, "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.(QS. Al-Baqarah: 190)

Dalam tafsir al-Qurthubi, sahabat Ibnu Abbas ra, Umar bin Abdul Aziz dan Mujahid menafsirkan ayat di atas,

“Perangilah orang yang dalam keadaan sedang memerangimu, dan jangan melampaui batas sehingga terbunuhnya perempuan, anak-anak , tokoh agama dan semisalnya.” (Al-Qurthubi,al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Maktabah Syamilah versi 2, 1/519.)

Dalam mengimplementasikan firman Allah tersebut, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam memberikan pedoman dan batasan-batasan kepada para shahabat untuk berperang sesuai etika dalam Islam.

1. Dilarang Membunuh Wanita dan Anak-anak

Dari Abdullah bin Umar, “Selama bebrapa peperangan Rasullullah saw.,seorang wanita ditemukan terbunuh, maka Rasullullah saw. melarang pembunuhan wanita dan anak-anak.” (HR.al-Bukhari).

2. Dilarang Membunuh Pelayan

Rabah bin Rabi’ melaporkan, “ketika kami bersama Nabi dalam ekspedisinya, beliau melihat beberapa orang berkumpul dan mengirim seseorang dan berkata, ‘Lihatlah apa yang dikerumunkan orang-orang tersebut!’ Orang suruhan itu lalu datang dan berkata, ‘Beliau bersabda,’Dia (wanita) itu tidak berpegang [bagaimana mungkin sampai terbunuh]?’ (saat itu) Khalid bin Walid berada di barisan terdepan; Nabi SAW pun mengutus seseorang untuk menyampaikan pesan, ‘Katakan pada Khalid untuk tidak membunuh wanita dan pelayan sewaan (‘asif)!.” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah)

3. Dilarang Membunuh Orang Tua dan Anak-anak

Dari Anas bin Malik, Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda,

“Pergilah atas nama Allah, percaya pada Allah dan tetap pada agama Rasul-Nya. Jangan membunuh orang-orang tua jompo,atau bayi, atau anak-anak, atau wanita; janganlah curang dalam harta rampasan, berlakulah dengan benar dan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”(HR.Abu Dawud)

4. Dilarang Membunuh Tokoh Agama Lain, Menebang Pohon, Membantai Hewan Ternak, Membakar Rumah, dan Mencuri Barang Rampasan

Yahya bin Sa’id melaporkan bahwa, “Abu Bakar ra. Menasihati Yazid bin Muawiyah, ‘Kamu akan menemukan sekelompok  orang yang mengaku telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah. Biarkanlah mereka atas apa yang diakuinya( Biarawan Kristen)…Aku menasihatimu sepuluh hal: Jangan membunuh para wanita atau anak-anak atau orang tua yang lemah. Jangan menebang pohon yang menghasilkan buah, jangan membantai kambing atau unta kecuali untuk makanan. Jangan membakar rumah dam morak-morandakannya. Jangan mencuri barang rampasan perang, dan jangan bersikap pengecut’.” (HR. Malik)

5. Memperlakukan Tawanan dengan Baik

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” QS.al-Insan [76]:8.

Subhanallah, demikian agungnya peraturan peperangan dalam Islam. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penderitaan yang dialami saudara-saudara Muslim manakala dibantai di bawah pemerintahan Ratu Isabella. Atau, pada kejahatan genosida yang menimpa kaum Muslimin dan Muslimat di Bosnia. Na'udzubillahi min dzalik.

Harapan dari penulisan singkat ulasan ini, agar ummat Islam semakin kokoh dan tak ragu-ragu menjunjung dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tidak minder, ciut bahkan gentar dengan hujatan terhadap konsep Islam yang rahmatan lil alamin.

Sesungguhnya wajah Islam tidak buram, tapi hanya tertutup oleh debu opini Barat. Debu ini yang mau kita hapus!

(IRENA CENTER)