Pada 2003 Irena Center berdiri,
semua bermula dari pengalaman pribadi, Irena Handono, mantan biarawati yang
berkisah tentang sulitnya memperoleh binaan, seusai menyatakan Muslimah.
Lembaga itu ialah pusat kajian
dan pembinaan pembentengan akidah. Para peserta datang, tak hanya dari
domestik, tetapi juga mancanegara. Ada Australia, Denmark, hingga Selandia
Baru. “Tanpa pembinaan, sulit mereka mengenal Islam,” kata Irena.
Ada juga mualaf yang bingung,
setelah masuk Islam bergabung ke majelis taklim mana? Adakah majelis taklim
yang mau menerima mualaf? Ketika Lebaran mereka mau ke mana, karena diusir
keluarganya. Ibaratnya, berbagai persoalan yang dihadapi mualaf, jawabannya
bisa didapat di Irena Center.
Banyak kegiatan digelar. Mulai
dari mereka yang baru tertarik Islam, berdiskusi, konsultasi, hingga yang
mantap mengucapkan syahadat. Setelah masuk Islam baru dilakukan pembinaan.
Pembinaan berkaitan dengan akidah, fikih, mengaji Alquran, serta membangun
komunitas baru sesama mualaf.
Sebagai pusat mualaf, Irena
Center berbeda dengan asrama atau pondok pesantren. Mualaf datang sesuai
keperluannya, tapi tidak menginap. Kecuali ada pelatihan khusus yang memang
mengharuskan para mualaf menginap.
“Seperti menjelang Ramadhan, para
mualaf aktif mengikuti kegiatan di lembaga ini,” papar Irena yang sudah
mengislamkan lebih dari 500 mualaf. Tak sedikit risiko yang harus dihadapi kala
membina mualaf. Namun, Irena mengaku hanya pasrah kepada Allah.
Selama sembilan tahun eksis
membina mualaf, Irena mengakui, tidak sedikit kendala yang dia hadapi. Setiap
perjuangan penuh tantangan, tidak ada yang berjalan mulus. Mulai dari fitnah,
teror, hingga pencemaran nama baik. Semua itu diserahkan sepenuhnya kepada
Allah.
“Saya yakin bahwa apa yang dilakukan ini semata-mata hanya
karena Allah. Pada akhirnya terbuka mana yang benar dan salah,”
ungkap wanita yang menyatakan Islam sejak 1980-an ini.
Ada satu hal miris. Tidak sedikit
mualaf yang diusir keluarganya, hancur usahanya. Karena Irena Center bukan
yayasan zakat, ketika mereka membutuhkan bantuan finansial, sulit terpenuhi.
“Kalau ada saya beri, tetapi kalau tidak ada, saya sedih sekali karena tidak
bisa membantu mereka,” tutur Irena.
Hal ini mendorongnya mendirikan
lembaga zakat. Ke depan, ia ingin mendirikan pondok pesantren mualaf, khususnya
perempuan. “Semoga ada jalan dan Insya Allah ada jalan dari Allah,” ujarnya
berharap.
An-Naba’ Center
Di lain pihak, An Naba’ Center
eksis mendampingi mualaf sejak tahun 2006. Yayasan Pembinaan mualaf ini digagas
oleh Syamsul Arifin Nababan. Motivasinya membina mualaf yang kerap tak
terjamah.
Mereka ditempa dengan ilmu
keislaman. Konsep pembinaannya melalui pondok pesantren. Secara fisik pesantren
mualaf telah berdiri sejak 2008 di kawasan Sektor Sembilan Bintaro, Tangerang.
Sedangkan sebelumnya, Syamsul
yang juga mualaf melakukan pembinaan secara berpindah-pindah dari masjid ke
masjid. Kini dengan adanya pondok pesantren, pembinaan mualaf bisa lebih fokus
lagi. (sumber: republika.co.id./11/08/2012)
-----
Disadur dari http://www.muslimuna.com/2012/11/subhanallah-irene-handono-telah.html?m=0